Penghormatan Bagi Kontrak Sosial

Selasa, 08 Januari 2013


Pancasila adalah kesepakatan bangsa Indonesia sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (Proklamasi) tahun 1945. Dengan demikian siapapun yang menjadi warga negara Indonesia hendaknya menghargai dan menghormati kesepakatan yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa (founding father) dengan terus berupaya untuk menggali, menghayatidan mengamalkan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air.

Pancasila yang pointer-pointer nya diamanatkan dalam pembukaan UUD 45 merupakan perjanjian luhur atau kontrak sosial bangsa yang mengikat warga negara untuk dipatuhi dan dilaksanakan dengan semestinya.

Menurut sang penggagas (dalam hal ini Sukarno) Pancasila adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan rakyat Indonesia yang beraneka ragam dan dalam implementasinya sangat disesuaikan deng kultur masyarakat yang bersangkutan.

Singkat cerita, Indonesia adalah negara yang dihasilkan (selain dari tumpah darah perjuangan rakyat) melalui kesepakatan. Atau singkatnya, Indonesia adalah negara kesepakatan, dimana rakyatnya saling menyepakati hal-hal yang sifatnya prinsipil untuk menyatukan setiap elemen yang ada.

Demikian halnya disampaikan oleh seorang filsuf asal Perancis, JJ Rousseau dalam bukunya Du contrat social. Rousseau menyebutkan bahwa untuk menggapai lebih banyak hal demi kemaslhatan bersama manusia harus masuk ke dalam kontrak sosial dengan orang lain. Dalam kontrak tersebut, semuanya bebas karena mereka melepaskan kebebasan yang setara dengan kewajiban yang dikenakan kepada semuanya. Dengan adanya kontrak sosial ini, maka semua hak dan kewajiban manusia yang bersepakat telah diatur didalamnya, sehingga bagi yang melanggar akan dikenai sanksi.

Jadi intinya, meski kontrak sosial atau kesepakatan itu sifatnya bukan wahyu dari Tuhan (dan karenanya bisa digantikan), tapi hal itu harus tetap ditaati karena semua elemen dalam tiap masyarakat telah menggantungkan hak dan kewajibannya dalam kesepakatan tersebut. Jikapun ingin merubahnya, atau merubah kesepakatan, atau merubah sistem, itu ada masanya. Kapan? yaitu saat semua elemen atau perwakilan elemen berkumpul sesuai sistem yang sudah diatur dan ditetapkan dalam sistem tersebut.

Singkatnya, jika kesepakatan, sistem, atau konstitusi itu belum digantikan oleh lembaga yang memang mengurusi pergantian konstitusi itu maka konstitusi itu tidak boleh diganggu gugat. Jika ada yang melanggar harus diberi sanksi, karena ini tidak bersesuaian dengan kesepakatan yang ada.

Intinya, dalam menjalankan konstitusi itu tidak boleh seenaknya, karna itu berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Selama kesepakatan itu masih berlaku maka harus ditaati, walaupun itu bukan wahyu Tuhan. Inilah yang kemudian disebut Hukum adalah kekuasaan tertinggi.

0 komentar: